Apakah Semua Agama Itu Sama?

0
537
plurarisme

Oleh:Dr Muhammad Isa Anshory

Prof. Dr. H.M. Rasjidi pernah mengingatkan bahwa di antara kesalahan bangsa Indonesia setelah kemerdekaan adalah menganggap semua agama sama. Pendapat ini tersebar luas di negeri kita meskipun tidak merata. Lebih lanjut, pendapat ini menyatakan bahwa semua agama itu sama; tujuan agama-agama itu sama, yaitu mendorong kita untuk melakukan yang baik dan menghindari kejahatan, serta berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Hanya caranya berlainan. Orang Islam pada hari Jumat pergi ke masjid. Orang Kristen pada hari Minggu pergi ke gereja, sedangkan orang Hindu memuja di suatu candi, atau di tempat yang sunyi jauh dari tempat-tempat yang ramai, melakukan meditasi.

Bukan hanya orang awam yang berpendapat demikian. Pada 1955, Presiden Soekarno pernah memberi kuliah umum di Universitas Indonesia mengenai agama. Soekarno   menceritakan hikayat seekor gajah dan empat orang buta. Pada suatu hari, Sri Baginda suatu negeri menyuruh mendatangkan gajah miliknya di halaman istana dan memerintahkan agar pada waktu yang sama mendatangkan pula empat orang buta.

Keempat orang buta itu ditanya, “Apakah gajah itu?”, lalu masing-masing secara bergilir diberi kesempatan untuk mendekati gajah dan meraba-rabanya. Orang pertama meraba ekor gajah sehingga menganggap gajah itu seperti penghalau lalat. Orang kedua meraba kaki gajah sehingga menganggap gajah itu seperti bambu besar. Orang ketiga meraba telinga gajah sehingga menganggap gajah itu seperti daun besar. Orang keempat meraba belalai gajah sehingga menganggap gajah itu seperti pipa karet yang besar. Kata Sukarno, “Begitulah, saudara-saudara, keadaan agama. Di Indonesia ada bermacam-macam agama. Semuanya benar seperti jawaban-jawaban orang-orang buta tentang gajah itu juga benar. Karena manusia itu kecil, ia tak dapat mengetahui segala sesuatu. Yang dapat dilihat atau difahami hanya sebagian atau satu dari beberapa segi alam wujud ini.” (H.M. Rasjidi, Empat Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, hlm. 24-25)

Latar Belakang Kemunculan Paham Semua Agama Itu Sama

Hikayat seekor gajah dan empat orang buta muncul dari India dimana terdapat bermacam-macam agama dan kepercayaan. Oleh karenanya, untuk mengurangi kemungkinan bentrokan antara satu agama dengan agama lain, maka ide-ide yang menggambarkan “Semua agama itu bertujuan sama, hanya caranya yang berbeda-beda” disebarluaskan.

Paham semacam ini timbul pula di Eropa pada zaman modern. Dalam istilah modern, paham semua agama itu sama dinamakan pluralisme agama. Pemikiran pluralisme agama muncul pada masa yang disebut Pencerahan (Enlightenment) Eropa, tepatnya pada abad ke-18 Masehi, masa yang sering disebut sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern. Masa ini diwarnai dengan wacana-wacana baru pergolakan pemikiran manusia yang berorientasi pada superioritas akal (rasionalisme) dan pembebasan akal dari kungkungan-kungkungan agama. Di tengah hiruk pikuk pergolakan pemikiran di Eropa yang timbul sebagai konsekuensi logis dari konflik-konflik yang terjadi antara gereja dan kehidupan nyata di luar gereja, muncullah suatu paham yang dikenal dengan “liberalism” dimana komposisi utamanya adalah kebebasan, toleransi, persamaan dan keragaman atau pluralisme.

Oleh karena paham liberalisme pada awalnya muncul sebagai mazhab sosial politis, maka wacana pluralisme yang lahir dari rahimnya, termasuk gagasan pluralisme agama, juga lebih kental dengan nuansa dan aroma politik. Tidaklah aneh jika kemudian gagasan pluralisme agama itu sendiri muncul dan hadir dalam kemasan “pluralisme politik” yang merupakan produk dari liberalisme politik.

Muhammad Legenhausen, seorang pemikir Muslim kontemporer, berpendapat bahwa munculnya paham liberalisme politik di Eropa pada abad ke-18 sebagian besar didorong oleh kondisi masyarakat yang carut marut akibat memuncaknya sikap-sikap intoleran dan konflik-konflik etnis dan sektarian yang pada akhirnya menyeret kepada pertumpahan darah antar ras, sekte dan mazhab pada reformasi keagamaan. (Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, hlm. 16-17)  

Tidak Semua Agama Itu Sama 

Pluralisme agama memiliki sejumlah kelemahan mendasar. Pertama, di dunia ini ada banyak agama. Bukan hanya Islam, Yahudi, Kristen, Hindu, dan Budha, tetapi masih banyak agama lain yang tersebar di berbagai penjuru dunia, termasuk agama beragam suku yang kurang tersentuh pengaruh kehidupan modern. Apakah penganut pluralisme agama sudah mengkaji semua agama tersebut?

Kedua, semua agama memang mempunyai ajaran kebaikan dan kejahatan. Akan tetapi, bagaimana ajaran kebaikan dan kejahatan tersebut tidak sama. Dalam agama Bhairawa Tantra yang dahulu pernah berkembang di sejumlah tempat di negeri kita, menenggak minuman keras, menyembelih gadis untuk dikorbankan kepada dewa, meminum darah gadis tersebut, dan melakukan persetubuhan massal adalah kebaikan, bahkan ibadah yang harus dikerjakan. Dalam Islam, semua perbuatan ini adalah kejahatan yang haram dikerjakan.

Ketiga, kaum pluralis mengklaim bahwa pluralisme menjunjung tinggi toleransi, tapi justru mereka sendiri tidak toleran karena menafikan kebenaran eksklusif sebuah agama. Mereka menafikan klaim “paling benar sendiri” dalam suatu agama, tapi mereka justru mengklaim dirinya paling benar sendiri dalam membuat dan memahami statemen keagamaan.

Keempat, pendukung pluralisme agama juga sering inkonsisten. Mereka melarang orang lain pada apa yang disebut “fanatik berlebih” terhadap agama, namun pada saat yang sama mereka sendiri justru bersikap fanatik berlebih terhadap pendapat bahwa semua agama itu sama.

Di India maupun di Eropa, pluralisme agama muncul karena konflik antaragama atau antaraliran agama yang berbeda meskipun masih dipandang dalam satu agama. Dalam sejarah, orang Eropa memang sulit hidup berdampingan dengan orang lain yang berbeda keyakinan. Oleh karena itu, mereka memerlukan pluralisme agama sebagai solusi agar bisa hidup rukun dalam masyarakat yang majemuk. Sementara itu, kita umat Islam tidak memerlukan pluralisme agama karena terlalu banyak contoh dalam sejarah bagaimana umat Islam bisa hidup rukun bertetangga dengan umat beragama lain tanpa harus meyakini bahwa semua agama itu sama.

Wallahu a‘lam.    

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here